PERTEMUAN 5 DAN 6
DEFINISI DAN DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Definisi Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau
keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu
jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses
pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa
berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.
Definisi Pengambilan Keputusan Menurut Para Ahli
Ø Menurut George R. Terry pengambilan
keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua
atau lebih alternatif yang ada.
Ø Menurut Sondang P. Siagian pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif
yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang paling cepat.
Ø Menurut James A. F. Stoner pengambilan
keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai
cara pemecahan masalah.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan itu adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu
pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara / teknik tertentu
agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Dasar Pengambilan Keputusan :
Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan
dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan yaitu :
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan
memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat
bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan
keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang
akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang
dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan
peristiwa yang terjadi kini.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan
keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan
terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat
menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan
oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya
kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan
wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
5. Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi
yang rasional terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan
keputusan. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang
dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk
memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat
dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada
pengambilan keputusan secara logika terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
* kejelasan masalah
* orientasi tujuan : kesatuan pengertian
tujuan yang ingin dicapai
* pengetahuan alternatif : seluruh alternatif
diketahui jenisnya dan konsekuensinya
* preferensi yang jelas : alternatif bisa
diurutkan sesuai criteria
* hasil maksimal : pemilihan alternatif
terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal
2. JENIS – JENIS KEPUTUSAN ORGANISASI
Jenis keputusan dalam sebuah organisasi dapat digolongkan
berdasarkan banyaknya waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersebut,
bagian mana organisasi harus dapat melibatkan dalam mengambil keputusan dan
pada bagian organisasi mana keputusan tersebut difokuskan.
Secara garis besar jenis keputusan terbagi menjadi dua bagian
yaitu :
Ø Keputusan Rutin
Keputusan Rutin adalah
Keputusan yang sifatnya rutin dan berulang-ulang serta biasanya telah
dikembangkan untuk mengendalikannya.
Ø Keputusan tidak Rutin
Keputusan tidak Rutin
adalah Keputusan yang diambil pada saat-saat khusus dan tidak bersifat rutin.
3.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Menurut Terry (1989) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
mengambil keputusan sebagai berikut:
1. hal-hal yang
berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu
diperhitungkan dalam pengambilan
keputusan;
2. setiap keputusan nantinya
harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
3. setiap keputusan janganlah
berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain;
4. jarang sekali ada 1
pilihan yang memuaskan;
5. pengambilan keputusan
merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah
menjadi tindakan fisik;
6. pengambilan keputusan yang
efektif membutuhkan waktu yang cukup lama;
7. diperlukan pengambilan
keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik;
8. setiap keputusan hendaknya
dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan
9. setiap keputusan itu
merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi
pengambilan keputusan.
1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak
nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang
menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan
kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada
suatu situasi secara subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi,
memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan
melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya
melalui kemampuanya dalam bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan
antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan
mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku
tertentu.
4. IMPLIKASI MANAJERIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Proses Pengambilan Keputusan dalam partisipatif dalam organisasi
sekolah Manajerial yang baik. Rendahnya kemapuan kepala sekolah akan
berpengaruh terhadap perolehan dukungan dari masyarakat khususnya dukungan
dalam mengambilan keputusan yang dikeluarkan sekolah terkait dengan kebijakan
dan rencana program pengembangan sekolah
Sumber:
https://hasanismail25.wordpress.com/2013/05/15/bab-5-dan-6-definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/
PERTEMUAN
7 DAN 8
BAB 7
dan 8 KEPEMIMPINAN
1.DEFINISI
KEPEMIMPINAN
Stogdill
(1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini
dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep
kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada
mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros
dan Butchatsky (1996), “leadership is defined as the purposeful behaviour of
influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of
individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut,
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Sedangkan menurut Anderson (1988), “leadership means
using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that
achieve high performance”.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara
lain:
Pertama:
kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau
bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk
menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau
bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua:
seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or
herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin
dapat bersumber dari:
Reward
power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan
dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti
arahan-arahan pemimpinnya.
Coercive
power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan
memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
Legitimate
power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk
menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
Referent
power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok
pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik
pribadinya, reputasinya atau karismanya.
Expert
power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang
yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para
pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda
untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan
harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian
bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri
dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership)
seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut
berbeda.
Perbedaan
antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus
(1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer
memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (“managers are people who do
things right and leaders are people who do the right thing, “). Kepemimpinan
memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan
manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
2.Tipologi
Kepemimpinan
Tipologi
kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam
kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara lain:
1. Tipe
Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan
otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
-
Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi,
-
Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
-
Berambisi untuk merajai situasi,
- Setiap
perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri,
-
Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan
tindakan yang akan dilakukan,
- Semua
pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan
pribadi,
- Adanya
sikap eksklusivisme,
- Selalu
ingin berkuasa secara absolut,
- Sikap
dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku,
-
Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
2. Tipe
Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut :
- Dalam
menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
- Senang
pada formalitas yang berlebih-lebihan;
-
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
- Sukar
menerima kritikan dari bawahannya;
-
Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe
Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan
ini lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan/keibuandengan
sifat-sifat sebagai berikut:
- mereka
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak
sendiri yang perlu dikembangkan,
- mereka
bersikap terlalu melindungi,
- mereka
jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri,
- mereka
hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif,
- mereka
memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau
bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri,
· selalu
bersikap maha tahu dan maha benar.
4. Tipe
Kharismatis
Tipe
kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang
sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan
kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan
kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik
memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
5. Tipe
Laissez Faire
Pada
tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan
tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai
wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi
kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai
pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem
nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan
kacau balau.
6. Tipe
Demokratis
Kepemimpinan
demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan,
dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan
kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada
pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga
kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau
mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para
spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap
anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan
Dalam
melaksanakan tugas kepemimpina mempebgaruhi orang atau kelompok menuju tujuan
tertentu,kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor itu
berasal dari diri kita sendiri,pandangan kita terhadap manusia, keadaan
kelompok dan situasi waktu kepemimpina kita laksanakan.
Orang
yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak untuk memdapatkan fasilitas,
uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek kepemimpinan yang tidak sama
dengan orang yang mengartikan kepemimpinan sebagai pelayanan kesejahtraan orang
yang dipimpinnya. Factor-faktor yang berasal dari kita sendiri yang
mempengaruhi kepemimpina kita adalah pengertian kita tentang kepemimpinan,
nilai atau hal yang kita kejar dalam kepemimpinan, cara kita menduduki tingkat
pemimpin dan pengalaman yang kita miliki dalam bidang kepemimpinan.
4.
Implikasi Teori Kepemimpinan Terhadap Pengembangan Sistem Komunikasi Organisasi
Teori
Managerial Grid
Teori
dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi
dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”.
Pada dasarnya teorimanagerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang
didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha
yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap
cukup untuk mempertahankan organisasi.
Country
Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu
artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan
suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
Team
yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung
kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen.
Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling
memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan
penghargaan.
Task
artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan
organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
Midle Road artinya kepemimpinan yang
menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi ,
dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui
penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada
tingkat yang memuaskan.
*
Implikasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam
teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran yaitu
berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya
hubungan antar individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada
bawahan. Sebagai seorang pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan
terhadap bawahannya, sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan
baik. Implikasi teori ini terhadap system komunikasi organisasi adalah bahwa
teori ini memandang pentingnya komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan
lima gaya yang berbeda dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek
tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan
hubungan antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan
tugas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun diberbagai kalangan
baik itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan bawahan sebagai asset
berharga organisasi. Semua ini terjalin apbila pemimpin tersebut memiliki
pendekatan perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut
Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya kepemimpinan yang
paling disukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua
kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team
berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh
kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam
kepemimpinan gaya team terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi
dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk
memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.
*Teori X
dan Y
Teori
ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki pandangan berbeda
mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat negative (Teori X), dan
bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang
manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompkkkan asumsi tertentu
dan manajer tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai
dengan asumsi tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, diantaranya :
1. Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana
mungkin, akan berusaha menghindarinya
2. Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka
harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
3. Bawahan akan mengellakkan tanggung jawab
dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal
4. Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman
(agar tidak ada alasan untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi
Sedangkan,
dalam teori X diasumsikan bahwa :
1. Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama
alamiahnya dengan istirahat dan bermain
2. Seseorang yang memiliki komitmen pada
tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri
3. Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar
untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab
4. Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat
keputusan yang baik (pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)
· Impilkasi Terhadap Sistem Komunikasi
Organisasi
Teori
ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-orang dengan tipe X
dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X yang cenderung
malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan membuthkan saluran
komunikasi yang formal, dimana pemimpin menginstruksikan berbagai perintah
secara formal. Berbeda dengan tipe Y, antara pemimpin dengan bawahan akan lebih
sering berkomunikasi secara informal atau partisipatif. Hal ini dilakukan
karena kedua belah pihak sudah saling memahami dan bawahan memiliki pengalaman
yang sudah baik.
Motivasi
yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung dengan oemberian hukuman
yang tegas, sehingag berbagai peraturan tertulis sebagai media komunikasi akan
sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X, komunikasi akan sangat mempengaruhi
karena motivasi yang diberikan lebih cenderung kepada aktualisasi diri untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam organisasi.
Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori
ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974, 1977). Teori
kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari penelitian kepemimpinan
yang diselesaikan di Ohio State University (Stogdill dan Coons, 1957). Teori
ini bersaumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan bawahan
dan kemapuan pemimpin untuk menyelesaikan orientasinya, baik orientasi tugas
maupun hubungan kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang dalam satu
kontinum dari immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin matang
individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam kepemimpinan
situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan
sebagai berikut :
1. Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin
dengan tugas tinggi dan tugas rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu
arah, dimana pemimpin yang berperan.
2. Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi
dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin,
tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional supaya
bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
3. Participating (S3), yaitu perilaku hubungan
tinggi tugas rendah. Pemimpin dan bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam
mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu
dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
4. Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan
dan tugas rendah. Gaya ini memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk
melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervise yang
bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudahj matang dalam melaksanakan
tugas dan matang pula secara psikologis.
· Implikasi Partisipatif dan Teori
Kepemimpinan Situasional Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam
system komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan komunikasi dua
arah, yaitu system atau pola komunikasi yang akan menghasilkan umpan balik
secara langsung dari komunikan untuk dijadikan evaluasi. Pemimpin akan sering
berkomunikasi dengan bawahan dalam merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan
dengan bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa komuniksai harus berfungsi juga
sebagai persuatif dan regulative. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang
pemimpin melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk
komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih banyak
mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan sesuai dengan alur
atau tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu arah akan mengalami
kesulitan dalam menerima umpan balik sebagai evaluasi bagi organisasi. Terkadang
dengan komunikasi satu arah, kondisi kerja akan terasa kaku karena bersifat
formal.
Dalam
kepemimpinan situsional yang dikembangkan menjadi empat bagian, membutuhkan
komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi orang. Dalam
kepemimpinn ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang rendah menjdi aspek
yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat kesiapan yang tinggi,
karena ada kebebasan dan kepercayaan dari pemimpin untuk berpartisipasi.
Referensi
:
Rivai,
Veithzal. (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Robbins,
Stephen P. (2006). Organizational Behaviour (tenth edition). New Jersey:
Prentice Hall Inc. Alih bahasa: Molan, Benyamin. (2006). Perilaku Organisasi (edisi
ke-10). Jakarta: Indeks.
SUMBER:
https://hasanismail25.wordpress.com/2013/05/15/bab-7-dan-8-kepemimpinan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar