KONFLIK ORGANISASI
Konflik adalah suatu proses antara dua orang atau lebih dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya
atau membuatnya menjadi tidak berdaya.
Konflik itu sendiri merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat maupun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggota atau antar
kelompok masyarakat lainnya, konflik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik yang dapat terkontrol akan menghasilkan integrasi yang
baik, namun sebaliknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan suatu
konflik.
Konflik menurut Robbin
konflik organisasi menurut Robbins (1996) adalah suatu
proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat
(sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat baik
pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
JENIS –JENIS KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar
yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar
fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik
menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian
tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin
fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang
lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak
fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja
kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan
kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner
dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the
individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang
saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals).
Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among
individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan
norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
(conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena
masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations).
Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan
dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya
yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda
(conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi
sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak
negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public
relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang
jurnalis.
c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur
Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam,
dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara
karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya,
antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara
mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya,
konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara
karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang
biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena
seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping
klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang
dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas:
substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan
destructive conflict.
Penyebab terjadinya konflik dalam
organisasi, yaitu :
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan,
2. Perbedaan latar belakang
kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula,
3. Perbedaan kepentingan individu
atau kelompok,
4. Perubahan-perubahan nilai yang
cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan
5. Perbedaan pola interaksi yang satu
dengan yang lainnya.
CONTOH KONFLIK
Contoh konflik yang sering kita ketahui adalah konflik tentang perbedaan
pendapat dalam musyawarah ( rapat ). Konflik itu biasanya terjadi pada
seseorang yang sedang berpendapat tentang hal yang sedang
dimusyawarahkan, namun ada seseorang yang memotong pembicaraan orang tersebut
dikarena tidak setuju tentang pendapat orang tersebut. Lalu contoh
lainnya adalah konflik di sekolah atau di kampus. Dimana konflik itu terjadi
karena tidak dapat mengikuti pelajaran , tidak lulus dalam ujian, persoalan dengan
hubungan dengan antarguru / dosen dengan murid atau mahasiswa, serta persoalan
kedudukan dengan di antara teman – teman sebaya di kelas. Dan konflik – konflik
itu sering terdengar ditelinga kita.
Akibat dari adanya konflik itu sendiri adalah akan terjadinya
keretakkan hubungan antarindividu atau kelompok, lalu akan terjadinya perubahan
kepribadian para individu contohnya seperti masalah antarindividu yang
menimbulkan adanya rasa curiga dan saling membenci. Kemudian akibat lainnya
adalah kerusakan harta benda dan bahkan hilangnya nyawa manusia.
Cara agar masyarakat bisa mengatasi konflik yang sering terjadi
diatas , ada berbagai cara untuk mengatasinya, diantaranya adalah terdapatnya
suatu system nilai dan norma yang jelas , lalu individu dan kelompok
dalam masyarkat tersebut mengetahui dan memahami norma - norma sosial dan
nilai – nilai sosial yang berlaku di lingkungan dan individu dan kelompok dalam
masyarkat tersebut harus menyesuaikan tindakan – tindakan dengan norma – norma
sosial dan nilai - nilai sosial yang berlaku
Hindari Sumber Konflik :
Dalam sebuah organisasi terdapat individu-individu yang
memiliki latar belakang berbeda-beda, baik adat istiadat, jenis kelamin,
pendidikan, kemampuan, pengalaman, dan sebagainya. Adalah konsekuensi logis
jika terjadi konflik diantara individu-individu tersebut. Perbedaan-perbedaan
tersebut merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Bolton menunjukkan secara khusus sumber-sumber munculnya
konflik. Sumber-sumber konflik tersebut, antara lain :
1. Menghalangi
pencapaian sasaran perorangan.
2. Kehilangan
status.
3. Kehilangan
otonomi atau kekuasaan.
4. Kehilangan
sumber-sumber.
5. Merasa
diperlakukan tidak adil.
6. Mengancam nilai
dan norma.
7. Perbedaan
persepsi dan lain sebagainya.
Tentunya selain pendapat Bolton di atas, masih ada
sumber-sumber konflik lainnya. Dalam hal ini, para pemimpin dituntut mampu mengidentifikasi sumber-sumber konflik
yang ada di dalam organisasinya dan berupaya untuk menghindarinya.
F. PENYELESAIAN
KONFLIK
Para manajer/pemimpin memandang konflik secara negatif,
karena itu berusaha untuk menghapuskan semua jenis konflik. Konflik dianggap
mengganggu organisasi dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi yang
optimal.
Richart Y Chang menyatakan beberapa langkah untuk
menyelesaikan konflik, yaitu :
1. Mengakui adanya
konflik.
2. Mengidentifikasi
konflik yang sebenarnya.
3. Mendengar semua
pendapat dari semua sudut pandang.
4. Bersama-sama
mengkaji cara untuk menyelesaikan.
5. Dapatkan
kesepakatan dan tanggung jawab untuk menemukan solusi.
6. Jadwalkan sesi
tindak lanjut untuk mengkaji solusi.
Sementara Gibson (1990) mengemukakan beberapa teknik/metode
dalam menyelesaikan konflik antar kelompok, ketika konflik itu telah mencapai
tingkat yang mengganggu organisasi, yaitu :
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pemecahan masalah disebut juga metode konfrontasi, karena
berusaha mengurangi konflik melalui pertemuan tatap muka dari kelompok-kelompok
yang bertentangan. Kelompok yang saling bertentangan memperdebatkan masalahnya
dengan mengumpulkan informasi yang relevan sampai tercapai suatu keputusan.
Tujuan Tingkat Tinggi (Superordinate Goals)
Tujuan tingkat tinggi meliputi pengembangan serangkaian
tujuan dan sasaran umum. Kelompok-kelompok yang berkonflik diajak untuk
bekerjasama mencapai tujuan dan sasaran yang lebih tinggi. Tujuan tingkat
tinggi tidak dapat dicapai oleh satu kelompok sendirian sehingga setiap kelompok yang terlibat konflik akan
menggantikan semua tujuannya.
Perluasan Sumber (Expansion of Resources)
Keterbatasan sumber menjadi salah satu sebab konflik. Apa
saja yang diperoleh kelompok satu merupakan pengorbanan dari kelompok yang
lain. Sumber yang langka bisa berupa posisi khusus, uang, ruangan, dan
sebagainya. Teknik ini diterapkan dengan memperluas sumber-sumber tersebut,
sehingga setiap orang atau kelompok merasa terpenuhi.
Menghindari Konflik (Avoidance)
Cara ini tentunya menjadi alternatif termudah, namun tidak
menghasilkan manfaat dalam jangka panjang. Akibatnya, konflik itu tidak
dipecahkan secara efektif atau tidak dapat disingkirkan.
Melicinkan Konflik (Smoothing)
Cara ini menekankan pada kepentingan umum dari
kelompok-kelompok yang bertentangan dan menghilangkan perbedaaan di antara
mereka. Alasannya bahwa dengan menekankan kesamaan pandangan mengenai beberapa
masalah tertentu, maka akan mudah mengarahkan kepada tujuan bersama.
Kompromi (Compromise)
Dalam metode ini tidak ada kelompok yang menang atau kalah
secara menonjol, karena keputusan yang dicapai mungkin tidak ideal bagi setiap
kelompok. Kompromi dapat digunakan sangat efektif apabila pencarian tujuan
(misalnya uang) dapat dibagi-bagi. Jika hal ini tidak mungkin, maka satu
kelompok harus berkorban.
Perintah dari Yang Berwenang (Authoritative Command)
Penggunaan wewenang formal merupakan metode tertua dan
paling sering digunakan untuk memecahkan konflik antar kelompok. Bawahan
biasanya mentaati keputusan atasannya, apakah mereka menyetujui atau tidak.
Metode ini berhasil untuk jangka pendek, tetapi seperti halnya dengan metode
menghindari konflik, melicinkan konflik, dan kompromi, metode ini tidak
memusatkan perhatian kepada sebab konflik, namun hanya pada akibatnya.
Merubah Variabel Manusiawi (Altering the Human variabble)
Metode ini dengan merubah prilaku para anggota kelompok yang
terlibat. Walupun hal ini cukup sulit, agak lambat dan sering kali mahal, namun
akibatnya sangat berarti dalam jangka panjang, karena metode ini memusatkan
perhatian pada sebab konflik.
Merubah Variabel Struktural (Altering the Structural
variables)
Metode ini adalah dengan merubah struktur formal organisasi.
Metode ini bisa berupa tindakan memindahkan, mengganti, merotasi/memutasi
anggota kelompok, atau menciptakan posisi tertentu untuk bekerja.
Mengidentifikasi Musuh Bersama (Identifying a Common Enemy)
Kelompok-kelompok yang berkonflik dibawa untuk
mengidentifikasi dan melawan musuh bersama, sehingga untuk sementara memecahkan
perbedaan mereka, misalnya mengidentifikasi dan melawan pesaing yang lebih
hebat.
Demikian beberapa metode yang bisa digunakan dalam
menyelesaikan konflik. Namun perlu diperhatikan bahwa setiap metode mempunyai
kekuatan dan kelemahannya sendiri dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda.
Berpulang kepada kemampuan pemimpin untuk membaca situasi dan kondisi, memilih
serta mengembangkan keterampilan menerapkan metode tersebut.
SUMBER:
http://laisanurin.blogspot.com/2011/12/konflik-organisasi.html
http://carideny.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-konflik-penyebab-konlik.html
http://abdelhafizka09.blogspot.com/2012/12/konflik-organisasi.html
http://fachrizalpambudi.blogspot.com/2013/01/jenis-jeis-konflik.html
http://kangebink.blogspot.com/2013/09/memahami-dan-menyelesaikan-konflik_3.html